Part Lima - Welcome Malaysia
Pudu Raya, Mesin Tiket
Keretapi, dan Hostel
Kami tiba di Kuala Lumpur, tepatnya di depan terminal Pudu Raya
sekitar pukul 05:00. Turun dari bus yang ternyata bukan bus ke KL, karena kami
diturunkan setengah memaksa. Di luar banyak taksi beredar menawarkan jasa, dan
saya hanya menggeleng sambil bilang ”TIDAK”. Mata masih berat, capek, dan juga
bingung karena buta dengan Kuala Lumpur, kami berjalan tanpa arah dan akhirnya
menemukan terminal Pudu Raya yang masih sepi dan masih tutup. Kami pun kembali
seperti gelandangan di depan terminal hingga menunggu terminal di buka sekitar
pukul 06:00. Setelah pintu dibuka, kami pun masuk dan mencari tempat untuk
istirahat sekalian mau cuci muka. Ternyata eh ternyata dimana-mana toiletnya
berbayar. Karena RMY saya berupa pecahan 50an, saya batal ke tandas (toilet). Ya masa ke tandas yang hanya
RMY 0.20 alias 20 sen pakai pecahan 50an sih?
Setelah istirahat sejenak melepas lelah, kami pun segera mencari
stesen keretapi (KRL gitu klo di
Jabodetabek) di sekitar Pudu Raya. Berdasarkan peta, tak jauh jaraknya.
Setelah bertanya ke sana-sini, Tsani yang memimpin rombongan sementara yang
lain ngikut aja.
Di stesen bingung lagi cara membeli tiket (ndeso). Kalau di Singapore tinggal tap EZ Link kayak di Indo
sekarang, di sini beda lagi, ada mesin otomatisnya. Akhirnya setelah baca
petunjuk, coba beli tiket ke Pasar Seni untuk 7 orang. Harganya sekitar RMY
1/orang, dan mesin hanya mau menerima pecahan hingga RMY 20. Padahal uang kita
semua pecahan 50. Tsani lagi yang menukarkan uangnya untuk membeli tiket.
Akhirnya mesin itu mengeluarkan token biru tujuh keping dan kembaliannya (canggih ya).
Kami pun naik ke atas untuk menunggu kereta. Tak lama kereta pun
datang, dan kami harus berganti kereta di Masjid Jamek berganti yang arah Pasar
Seni. Berdasarkan info yang kami peroleh dari Mbak Nura, bahwa kami harus dari
stasiun berbelok kanan menuju Pasar Seni dan berbelok kanan lagi di perempatan
lampu merah. Nah di situ tuh banyak banget hostel-hostel murah. Tsani yang
sebagai leader memimpin masuk ke hostel-hostel dan bertanya tentang rate dan
ketersediaan kamar. Memang cukup murah sih, sekitar RMY 20-an. Karena kami
ingin mencari selain murah juga nyaman, Tsani kembali berkeliling sementara
saya dan beberapa yang lain tepar kelelahan…
Kelelahan... Teparrrr...
Akhirnya kami memperoleh hostel yang menurut kami lumayan nyaman yang
terletak di ujung dan dekat dengan Stesen Pasar Seni, di depan Seven ***ven.
Tariff-nya sekitar RMY 40an termasuk deposit. Karena chek in hanya bisa jam 14,
dan ini masih sangat pagi (sekitar jam 8)
kami hanya menaruh barang dan berencana untuk keliling dulu. Setelah mengambil
brosur dan map di hostel (lengkap lho),
terlebih dulu kami memecahkan uang kami yang pecahan RMY 50, dengan berbelanja
di minimarket depan. Pegawainya tak banyak momentar meski kami bertujuh satu
per satu membayar belanjaan yang di bawah RMY 10 dengan uang pecahan RMY 50 (gak seperti di Indo ya pasti dah ‘ada uang
kecilnya saja?’). Saya sendiri hanya membeli sebotol air minum dan biscuit
seharga RMY 7.50.
Sarapan, Bus Go KiL, Batu Caves, Monyet, Gadis Cantik
Chinese dan Nggak Mandi 24 Jam lebih
Dari minimarket tadi, kami lanjut menyusuri jalanan mencari sarapan.
Pilihan tertuju pada gerobak penjual roti cane yang berharga RMY 1. Kami pun
bertujuh rame-rame menyantap roti cane yang lumayan banyak sih. Yang beli sih cuma
Azim sama Chris doank, tapi yang makan tetep, bertujuh. Hehehehe
Di jalanan sering kami temui bus free
charge yang bernama Go KL Bus (diplesetin
jadi Bus Gokil). Kami pun tertarik untuk menaikinya. Shelter bus ada di
bawah Stesen Pasar Seni. Di sana kami berjumpa dengan sepasang suami-istri dari
Medan yang tengah berwisata juga. Setelah ngobrol sejenak, kami naik ke dalam
bus dan menikmati pemandangan pagi kota Kuala Lumpur. Rutenya gak tahu kemana,
tapi yang pasti lewat KL Tower dari bawahnya.
Setelah 1 putaran naik Bus Gokil, kami kembali ke Pasar Seni dan naik
ke Stesen Pasar Seni untuk menuju ke Stesen Kuala Lumpur melalui jembatan
penghubungnya. Tujuan pertama kami adalah Batu Caves. Kami membeli tiket yang
berbentuk kertas, berbeda dengan tiket LRT yang berbentuk token. Karena rute
ini dioperasikan oleh KTM (Kereta Tanah Melayu). Kami membeli tiket seharga RMY
1 ke Batu Caves yang setelah diperiksa ternyata untuk rute Kuala Lumpur – Sentul
(bukan Sentul Bogor yaa). sudah masuk
stesen pun kami masih harus berjalan jauh menuju ke stesen yang baru. Lumayan
pegal sekitar 300an meter.
Jalan jauh menuju ke KL Stesen /// Tiketnya KL-Sentul
Narsis di KL Stesen
Perjalanan kereta KTM ke Batu Caves tak jauh beda dengan kereta di
Indonesia. Masih sering berhenti, macet di tengah jalan, berjalan pelan.hingga
sekitar sejam kemudian tiba di Stesen Batu Caves. Dan kami pun berjalan ke
sana. Ternyata GRATIS lhooo….
Setelah asyik berfoto-foto sama burung merpati yang banyak itu, kami
memutuskan untuk segera naik ke atas mendaki ratusan anak tangga menuju ke gua.
Dari bawah kami berupaya untuk menghitung anak tangga, tapi sampai di
tengah-tengah, ada segerombolan monyet yang mendekat. Jujur saja, saat itu saya
sangat takut. Tapi berusaha untuk terlihat berani. Hehehehe… soalnya sedikit
trauma sama monyet. (Dulu pas SD sempat
jalan ke kebun binatang dan banyak monyet dilepas gitu saja. Pas saya jalan
biasa, tiba-tiba beberapa ekor monyet gede-gede menyerang saya dengan naik ke
badan dan menggigit pakaian. Namanya anak SD yang masih kecil pastilah
ketakutan. Yasud, saya pun menangis. Hehehehe… buka kartu) Kebetulan
makanan dan minuman saya dibawa sama Anna. Rupanya si monyet itu pinter juga.
Anna diincar si monyet. Akhirnya saya yang bawa, gantian saya yang didekati.
Hmmmm… akhirnya makanan saya titipin si Ayu untuk dimasukin ke dalam tas dan
minumannya saya kasihkan monyet. (baik
kan saya?)
Narsis meski bauuu...
Di dalam gua lumayan bersih. Cuma saja baunya itu yang ‘aneh’. Nah, di
dalam gua itu pas di ujungnya (mentok)
saya duduk-duduk sama teman-teman. Ketika itu seorang gadis (cantik lagi) datang mendekat dan
berbicara padaku dengan bahasa Mandarin (mana
gue ngarti?) Saya hanya bilang ‘In English please’ tapi rupanya percuma.
Cewek itu hanya mengangguk dan kembali nyerocos dengan Mandarinnya sambil
nunjuk-nunjuk ke suatu tempat. Kupikir gadis itu mau pergi ke tempat itu, jadi
aku pun menyuruhnya (dengan bahasa
isyarat seadanya plus English abal-abal) menuju ke tempat itu dan bertanya
sama penjaga tempat itu. Gadis itu mengangguk dan mengucapkan ‘Xie Xie’.
Di atas ternyata tinggal saya dan Chris, saya pun turun dan mengajak
Chris. Tapi dia menyuruh saya turun terlebih dahulu. Ya sudah saya duluan. Di
bawah, kembali saya bertemu gadis Chinese tadi yang masih kebingungan. Karena
penjaga kuil di Batu Caves tidak ada yang bisa berbahasa Mandarin (secara mereka kan India). Saya hanya
menggelengkan kepala saja. Dan tiba-tiba…
‘Braaakkk… thaak… thaak… thaak…’
Terdengar suara benda jatuh dengan keras yang menggema di dinding gua
berulang kali. Suara terdengar dari arah belakang. Semua orang menoleh
pastinya. Ada benda kuning tergeletak jatuh di dasar tangga. Dan itu kelihatan
seperti……. Chris terbengong-bengong di atas menatap polaroidnya di bawah.
Saya pun mendekat dan bertanya, “Chris kok bisa?”
Dia hanya menjawab, “Sssstttt… Jangan bilang-bilang yang lain ya!” (ups sorry Chris, ini saya masukin di blog)
dan ternyata Polaroidnya tahan banting kok. Masih bisa digunakan seperti
semula.
Setelah puas di Batu Caves, kami kembali ke Stesen untuk membeli tiket
pulang seharga RMY 1.5 untuk tujuan Kuala Lumpur Stesen. Karena kami sudah
cukup ‘BAU’. Kami mandi terakhir adalah KEMARIN PAGI di Singapore dan sekarang
sudah siang. Ditambah lagi setelah 24 jam lebih aktivitas penuh keringat.
Makanan Seringgit, Pasar Seni,
Hostel, Petronas, dan Makan Malam ala India
Sampai di Stesen Pasar Seni, kami turun ke bawah dan di sana ada
ibu-ibu jualan makanan (gorengan) dan
minuman murah seharga RMY 1. Kami semua akhirnya membeli (jajan) untuk mengisi
perut yang keroncongan. Minumnya saya memilih ‘bandung’ katanya sih namanya
begitu. Dan kata ibu penjualnya, “Di Bandung takde yang jual bandung ni. Tapi
ini namanya ‘bandung’” hehehehe. Setelah puas makan, kami menuju ke Pasar Seni
untuk melihat-lihat. Rencananya sih mau makan siang. Tapi karena tidak ada yang
menarik akhirnya kami kembali ke hostel untuk mandi dan tidur.
Di hostel, ternyata resepsionisnya berganti. Tadi yang cowok bule dan
sekarang ibu-ibu Malay. Dan terjadi sedikit salah paham saat kami hendak check
in. kami sudah bayar full tadi pagi, ternyata menurut ibu itu kami hanya bayar
dp saja. Hmmmm… nggak lama kok akhirnya setelah penjelasan panjang lebar oleh
Tsani, kami pun berhasil masuk. Di hostel hal pertama yang kami lakukan adalah
MANDI, ya tahu sendiri lebih dari 24 jam kami belum mandi, dan kaki
pegal-pegal. Hmmmm. Luar Biasa!
Masih terlihat siang, sekitar pukul 16an waktu setempat (GMT+8) kami
beranjak keluar hostel menuju ke Petronas. Perut yang lapar karena belum makan
dari pagi (Cuma roti cane 2 porsi untuk
bertujuh) kami tergoda untuk kembali membeli makanan dari ibu-ibu di Stesen
Pasar Seni tadi. Saya langsung beli 3 tusuk (namanya nggak tahu) dibentuk kayak udang, trus bulat-bulat kayak
bakso plus minumannya.
Kami sudah lancar membeli tiket menggunakan mesin. Kami menuju ke
KLCC. Kemudian berjalan menuju ke Petronas dan bertanya pada security untuk
ditunjukkan tempat air mancur di belakang dan kami meluncur untuk berfoto-foto
ria di sana.
Setelah puas berfoto di belakang, kami pun segera menuju ke bagian depan
Petronas. Dan di sini tak jauh lebih ramai. Bahkan kami tidak mendapat tempat yang
cukup untuk berfoto bersama. Akhirnya di tengah kelelahan dan kelaparan yang
mendera (cieee) kami benranjak untuk
mencari tempat makan. Tsani bertanya kepada salah satu security dan diberi
tunjuk ke tempat makan. TAPI…. Ke sana kemari kami mencari tempat itu, tak
kunjung juga di temukan. HEBAT!!!
Akhirnya kami memutuskan untuk kembali saja ke Pasar Seni dan mencari
makanan di sana. Ternyata hasilnya sama saja. Hanya ada makanan cepat saji,
yang di Indonesia pun ada. Akhirnya kami memutuskan ke restoran india (India) yang
satu-satunya buka di sana. Makanannya beragam. Saya memesan Naan dan Chicken
Tandori plus teh tarik. Dan seperti biasa, saling icip-mengicip pun terjadilah.
Setelah makan dan becanda ngalor-ngidul, kami kembali menuju ke
hostel. Masih jam 22an. Saya sudah capek dan memutuskan untuk kembali ke hostel
dan istirahat. Sementara yang lain masih berjalan ke Petaling (China Town) yang
gak jauh.
Hanya sebentar mereka jalan-jalan. Karena saya belum berhasil tidur
dan mereka sudah kembali. Akhirnya karena ini adalah malam terakhir (hiks) kami bertujuh berkumpul di ruang
tengah di hostel tersebut. Sambil bermain-main, sementara saya mengisi
kata-kata kenangan di dalam buku yang dikhususkan untuk tamu menginap. Saat sedang
bermain, resepsionisnya membawa tamu bule masuk dan menyebut kami yang tengah
berkumpul ini adalah orang Indonesia. Setelah selesai bermain, kami segera
tidur karena besok pagi-pagi mesti ke LCCT untuk bersiap kembali ke Indonesia.
(hiks)
Total Pengeluaran
1.
LRT Pudu-Pasar Seni ≈ RMY 1,5
2.
Hostel + deposit = RMY 50
3.
Sarapan nebeng = free
4.
KTM
KL-Batu Caves pp = RMY 2.5
5.
Jajanan = RMY 3 + RMY 4 = RMY 7
6.
LRT Pasar Seni – KLCC pp ≈ RMY 3
7.
Makan Malam = RMY 10
Total Pengeluaran =
RMY 74 x IDR 3,575/RMY ≈ IDR 264,550
Tidak ada komentar:
Posting Komentar